Bahasan
: Fenomena Pergeseran Bahasa Indonesia di Era Global dan Implikasinya terhadap
Pembelajaran
1 Permasalahan
Di
era global seperti sekarang ini kemajuan teknologi, komunikasi, dan informasi semakin berkembang. Perkembangan
ini menimbulkan pemahaman antarbudaya, memecah batas antara masyarakat dari negara
yang berbeda. Globalisasi memaksakan semua umat manusia diberbagai belahan
dunia untuk menyatu dan menjadikan negara tidak memiliki batas. Semua manusia
dapat berkomunikasi dengan cepat dimana, darimana, dan kemana saja dengan biaya
yang relatif murah dan bahasa menjadi kunci komunikasi dalam era globalisasi.
Oleh karena itu, eksistensinya ditengah arus globalisasi harus dicermati.
Fenomena pemertahanan dan pergeseran bahasa
sebenarnya telah ada sejak bahasa-bahasa itu mulai mengadakan kontak dengan
bahasa lainnya (Grosjean 1982). Jika satu bahasa
lebih dominan, lebih berprestise, atau lebih modern atau bahkan mungkin lebih
“superior” daripada bahasa lain, bahasa tersebut dipastikan dapat bertahan,
sedangkan lainnya dalam beberapa generasi akan ditinggalkan oleh penuturnya.
Tidak jarang bahasa yang ditelantarkan oleh penuturnya itu lambat laun
mengakibatkan kematian bahasa (Dorian 1982). Sesungguhnya, terdapat banyak
faktor yang dapat menyebabkan terjadinya pemertahanan dan pergeseran bahasa di
masyarakat. Namun, faktor-faktor itu bervariasi antarsatu wilayah dengan
wilayah lainnya.
2 Implementasi
Bahasa Indonesia di Era Global
Globalisasi
akhirnya berimbas pada penggunaan bahasa Indonesia. Masyarakat Indonesia mulai
kehilangan rasa bangga terhadap penggunaan bahasa nasional sehingga mereka
mulai mencampur-adukan bahasa. Hal tersebut memunculkan istilah baru, yaitu
‘Indoglish’ kependekan dari ‘Indonesian-English’ untuk fenomena bahasa yang
kian menghantam bahasa Indonesia. Sulit dipungkiri memang, bahasa asing kini
telah menjamur penggunaannya. Mulai dari judul film, judul buku, judul lagu,
sampai pemberian nama merk produk dalam negeri.
Begitu
menggejalanya penggunaan Indoglish ini. Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah
seolah-olah hanya angin lewat karena apa yang diajarkan di sekolah tidak
diterapkan di dunia nyata. Penggunaan kata “gaul” seperti gue yang menggantikan
kata ganti aku telah menjadi tradisi remaja Indonesia. Akibatnya, pemahaman
terhadap kata-kata baku atau EYD semakin berkurang. Orang-orang lebih mengerti
apa itu arti dari mengupload
dibandingkan mengunggah, mendownload
dibandingkan mengunduh, dan sebagainya. Oleh karena itu, sebagai generasi
penerus, sudah menjadi kewajiban kita untuk mempertahanakan dan melestarikan
bahasa Indonesia.
Salah
satu penyebab pergeseran bahasa adalah perkembangan teknologi, komunikasi, dan
informasi. Maka, sebenarnya pertahanan bahasa dapat pula dilakukan dengan memanfaatkan
perkembangan tersebut. Dengan melestarikan penggunaan bahasa Indonesia yang
baik dan benar di media sosial, misalnya. Belakangan ini, media sosial
merupakan salah satu media yang paling efektif untuk menyebarkan segala
informasi baik negatif maupun positif. Tidak perlu menghilangkan penggunaan Indoglish,
dengan mengurangi penggunaan Indoglish pun itu sudah menjadi usaha dalam
pertahanan bahasa Indonesia.
Asy’arie
(2003) mendefinisikan pendidikan multikultural sebagai proses penanaman cara
hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup
di tengah-tengah masyarakat plural. Dengan pendidikan multikultural, diharapkan
adanya kekenyalan dan kelenturan mental bangsa menghadapi benturan konflik
sosial, sehingga persatuan bangsa tidak mudah patah dan retak.
“Dalam era global pembelajaran bahasa
Indonesia dalam konteks multikultur sangat perlu diterapkan. Pembelajaran
bahasa Indonesia pada masyarakat Indonesia yang multikultur sudah seharusnya
dilaksanakan dengan pembelajaran yang berbasis multikultur. Selain itu,
pembelajaran bahasa dengan memanfaatkan kearifan lokal akan lebih bermakna dan
dapat melestarikan budaya Indonesia.” (Prof. Dr. Fathur
Rokhman, M. Hum., 2011)
3 Kesimpulan
Globalisasi
memaksakan semua umat manusia diberbagai belahan dunia untuk menyatu dan
menjadikan negara tidak memiliki batas. Semua manusia dapat berkomunikasi
dengan cepat dimana, darimana, dan kemana saja dengan biaya yang relatif murah
dan bahasa menjadi kunci komunikasi dalam era globalisasi.
Dalam
hal ini, bahasa Indonesia menjadi salah satu ‘korban’ pergeseran bahasa dengan
adanya istilah baru ‘Indoglish’ yaitu kependekan dari ‘Indonesian-English’.
Oleh karena itu, sebagai penerus bangsa, sudah seharusnya kita menjaga,
melestarikan, mempertahankan bahasa Indonesia. Dengan melestarikan penggunaan
bahasa Indonesia yang baik dan benar di media sosial, misalnya, karena belakangan
ini, media sosial merupakan salah satu media yang paling efektif untuk
menyebarkan segala informasi baik negatif maupun positif.
4 Daftar
Pustaka
Asy’arie, Musa . ”Pendidikan
Multikultural dan Konflik Bangsa” dalam harian Kompas 4 September 2003.
Dorian, N. 1982.
Language Death: The Life Cycle of a Scottish Gaelic Dialect. Philadelphia:
University of Pennsylvania Press.
Groesjean, Fracois.
1982. Life with Two Languages. Cambridge: Harvard University Press.
Rokhman, Fathur. 2003.
Pemilihan Bahasa dalam Masyarakat Dwibahasa: Kajian Sosiolinguistik di
Banyumas. Disertasi. Jogjakarta: Universitas Gadjah Mada.
Prof. Dr. Fathur
Rokhman, M. Hum. (2011). Pergeseran
Bahasa Indonesia di Era Global dan Implikasinya terhadap Pembelajaran.
Januari 16, 2000, dari http://indonesia.unnes.ac.id/artikel/pergeseran-bahasa-indonesia-di-era-global-dan-implikasinya-terhadap-pembelajaran.html